NOVEL SHIKAMARU HIDEN BAHASA INDONESIA - CHAPTER 11
--- Penulis: Takashi Yano ---
--- Ilustrasi: Masashi Kishimoto ---
--- English Translation: Cacatua Tumblr ---
--- Indonesian Translation: Ayudhya Prameswari #DNI ---
--- H S M ---
Sai.
Pemuda itu mengeluarkan sebuah kuas lukis, dan seketika menggoresnya di gulungan yang dia genggam erat dengan tangan kirinya. Dan tepat setelah kuasnya terangkat, beberapa ekor harimau yang terbuat dari tinta keluar dari gulungan tersebut, menerjang cepat ke arah Shikamaru.
Shikamaru mencoba menghindari terkaman mereka. Dia berguling keluar panggung dan jatuh tepat di tengah kerumunan yang terlihat bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Shikamaru panik. Sai bukanlah satu-satunya yang dia khawatirkan saat ini, pikiran Shikamaru benar-benar sedang kacau.
Mengapa bayangannya tidak berfungsi?
Mengapa penyamaran sempurna mereka bisa sampai ketahuan?
Apa Soku baik-baik saja?
Pikiran-pikiran itulah yang saat ini berlarian di benak Shikamaru.
Shikamaru masih terus menghindari terjangan mahkluk-mahkluk buas itu. Dia sempat melirik ke arah Rou, terlihat ada lebih dari selusin Kakusha sedang mengepungnya. Rou mencoba berontak, namun mustahil dia mampu melepaskan diri dari belenggu orang sebanyak itu.
Pipi Shikamaru terasa perih akibat cakaran salah satu harimau tinta milik Sai. Namun bukan rasa sakit itu yang dia khawatirkan.
Topeng getah damar yang dibuat Rou untuk menyembunyikan wajah Shikamaru mulai mengelupas akibat cakaran tersebut. Sedikit demi sedikit memperlihatkan wajah asli yang berada dibaliknya.
“Topengmu itu akan lepas sebentar lagi, mungkin itu akan membuat wajahmu terasa sedikit lebih nyaman.” ucap Sai dengan sebuah senyum. Senyum yang entah tulus, ataukah sinis.
Tangannya masih belum berhenti melukis. Harimau demi harimau terus bermunculan, mengepung Shikamaru dari segala penjuru.
“Kenapa kau lakukan ini...” gumam Shikamaru.
“Aku heran... Kau ini bicara seolah-olah kau mengenalku, apa kau mengenalku?” ucap Sai, masih dengan senyumnya yang penuh misteri.
Shikamaru terdiam. Dia tidak ingin memberitahu Sai siapa dia yang sebenarnya. Lebih tepatnya, dia tidak bisa melakukan itu.
Seorang Shinobi tidak boleh mengungkap namanya ketika berada dalam situasi seperti ini. Itu adalah sesuatu yang sangat beresiko. Karena bila dirinya tertangkap, musuh dapat menggunakan informasi sekecil itu untuk melacak, bahkan menyusup balik ke desa asalnya. Itu adalah aturan pakem bagi semua Shinobi yang sedang bertugas di wilayah asing.
Diantara sebarisan Kakusha yang menerjang ke arahnya, Shikamaru dapat melihat Gengo yang masih berada di atas panggung. Dengan kedua tangannya yang terlipat di belakang punggung, Gengo berdiri tenang mengamati Shikamaru yang sedang berjuang mati-matian menghindari serangan Sai dan para Kakusha.
“Andai saja aku bisa mencapainya sekali lagi...” gumam Shikamaru.
Shikamaru melompat ke atas salah satu harimau Sai, menusuknya dengan Kunai, dan segera melompat turun dengan cepat. Begitu kakinya menapak tanah, Shikamaru berlari keluar dari kepungan melalui celah yang dibuatnya tersebut. Sekilas, dia melihat harimau yang ditusuknya tadi menghilang seiring ledakan tinta yang menghambur.
Namun Shikamaru belum sepenuhnya lepas, begitu banyak Kakusha yang menghalangi langkahnya.
“Mudah-mudahan ini berhasil...” gumam Shikamaru, sembari merapal sebuah segel dengan tangannya.
Seketika, sulur-sulur berwarna hitam yang tak terhitung jumlahnya keluar dari bayangan Shikamaru, menyebar ke segala arah.
―Kagenui no Jutsu, teknik penyulam bayangan.
Teknik yang menggunakan sulur-sulur bayangan untuk mengikat lawan, layaknya berhelai-helai benang sulam dengan jarum di ujungnya. Shikamaru mampu menciptakan benang bayangan dalam jumlah berlipat, sehingga jutsu ini sangat berguna bila berhadapan dengan banyak lawan sekaligus.
Shikamaru mengincar harimau-harimau Sai dan juga para Kakusha yang mengepungnya. Benang-benang bayangan miliknya menyebar dengan cepat, bergerak tanpa halangan ke arah targetnya.
“Berhasil!” teriak Shikamaru, suaranya lantang bagai genderang perang.
Benang-benang tersebut mencapai sasarannya masing-masing, berdiri tegak, bersiap untuk membelenggu mereka, namun―
“Berhentilah melakukan hal yang sia-sia.” ucap Gengo dari atas panggung. Dan seketika itu pula, entah kenapa, tiba-tiba benang-benang bayangan Shikamaru tersungkur lemas. Perlahan memudar dan hilang tanpa bekas.
“A-Apa... APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN?!” Shikamaru berteriak penuh amarah ke arah Gengo.
Kenapa suaranya berpengaruh pada bayanganku?
Sebenarnya apa yang dia lakukan?
Deretan pertanyaan itu seketika menghantui benak Shikamaru.
“Hmm? Kurasa aku kenal jutsu barusan.” ucap Sai, sembari melompat ke depan Shikamaru, berdiri menghalangi jalannya.
“Sai, jangan coba-coba menghalangiku...”
“Tingkahmu itu benar-benar membuat mataku sakit.” ucap Sai, masih dengan roman wajahnya yang sangat tenang.
Tangannya kembali menggoreskan kuas lukisnya dengan cekatan. Dan kali ini, seekor harimau belang keluar dari gulungannya. Binatang buas tersebut berukuran jauh lebih besar dari harimau-harimau yang lain.
“Kau akan mengalaminya sendiri. Baru setelah itu... kau akan mengerti.” ujar Sai, sembari menunjuk kuasnya ke arah Shikamaru. Harimau belang itu bereaksi pada isyarat tuannya dan mulai bergerak mendekati sasarannya.
“K-kau, dasar sial...” geram Shikamaru sembari mengeluarkan sebuah Kunai. Tatapannya tajam ke arah harimau tersebut, Shikamaru bersiap untuk bertarung.
Namun tiba-tiba...
Shikamaru merasakan ada sesuatu yang menghantam kaki kanannya. Sedetik kemudian, sesuatu yang lain juga menghantam kaki kirinya. Ternyata itu adalah para Kakusha yang melompat menangkapnya. Dan tepat ketika Shikamaru menyadari itu, semua sudah terlambat.
Shikamaru jatuh tersungkur. Para Kakusha yang lain segera menimpa tubuhnya, menahan Shikamaru hingga tak bisa bergerak.
“Orang secerdas dirimu sampai tidak menyadari bahwa harimau ini hanya pengalih perhatian... Pikiranmu pasti sedang kacau.” ujar Sai, pandangan sinisnya tertuju pada Shikamaru yang masih berusaha berontak dari para penangkapnya.
Samar-samar, Shikamaru melihat ada seseorang yang muncul dari belakang Sai, dan berjalan pelan ke arahnya.
Itu adalah Gengo.
“Lepaskan topengnya.” perintah Gengo pada para bawahannya.
Seorang Kakusha memasukkan jarinya ke dalam celah topeng Shikamaru yang tadi terkelupas, dan merobeknya dalam sekali tarikan.
“Benar kan... Ternyata memang Shikamaru-san.” ujar Sai.
“Jadi inilah si jenius dari Konoha, Nara Shikamaru...” Suara Gengo terdengar seperti seorang kolektor yang berhasil menemukan benda yang selama ini dia cari-cari.
Shikamaru mendongakkan kepalanya, menatap tajam sepasang mata Gengo yang berbinar biru. Dia lalu tersenyum kecil.
“Asal kau tahu saja...” ujarnya pelan. “Kalau kau tidak membereskanku sekarang juga, hati-hati... Nanti akan terjadi hal-hal yang mengerikan.”
“Aku sama sekali tidak takut. Kau akan hidup di sini, bersama kami.”
Bersamaan dengan kata-kata Gengo yang penuh keyakinan itu, rasa sakit yang amat sangat menghantam leher Shikamaru.
Dia tak sadarkan diri.
--- H S M---
Gelap. Tempat ini teramat gelap.
Tak ada secerca pun cahaya di sini, Shikamaru bahkan tak mampu melihat dengan jelas kedua tangannya yang berada tepat di depan wajahnya.
Dalam kegelapan inilah Shikamaru terduduk, tenggelam dalam pikirannya.
Dia tak yakin, sudah berapa hari berlalu sejak dia ada di sini. Bila dilihat dari berapa kali mereka memberinya makanan, dan juga kondisi perutnya, setidaknya ini sudah lima hari. Atau lebih, entahlah.
Bagaimana bisa jadi begini?
Apanya yang salah?
Tak peduli seberapa keras Shikamaru berpikir, dia tak mampu menemukan satupun jawaban atas pertanyaannya tersebut.
Ini bukan hanya soal Sai.
Shikamaru yakin, dia sudah mencapai Gengo dengan tekniknya. Namun entah kenapa, bayangannya itu tak mampu menjerat sasaran, mereka seperti kehilangan arah di hadapan Gengo.
Gengo juga mampu merasakan kehadirannya dan Rou, bahkan memanggil mereka dengan sebutan ‘tikus’. Padahal Shikamaru yakin, berlapis-lapis penyamaran yang mereka kenakan sudah sangat sempurna, tanpa ada celah sedikitpun. Tapi tetap saja, kedok mereka seakan tak ada artinya di hadapan Gengo.
Seolah-olah ada semacam penghalang di sekitar orang itu. Sebuah penghalang yang mampu membuat segala jutsu yang diarahkan kepadanya kehilangan dayanya.
Apa Gengo benar-benar mampu melakukan itu?
Apa dia benar-benar mampu menetralkan jutsu?
Shikamaru sama sekali belum yakin.
Bayangan Shikamaru tak mampu mengikat Gengo. Lalu ketika dia mencoba menggunakan Kagenui terhadap harimau-harimau Sai, hasilnya juga sama, benang-benang bayangannya itu tiba-tiba jatuh tak berdaya.
Satu-satunya kesimpulan yang terpikirkan oleh Shikamaru ialah, ada sesuatu di luar sana yang melemahkan kekuatan Kagemane miliknya. Entah itu Gengo sendiri, ataukah sesuatu lain yang berada di sekitarnya.
Shikamaru yakin, teknik penyamar chakra milik Rou juga bernasib sama dengan Kagemane-nya, dilemahkan hingga luntur tak berbekas. Mungkin karena itulah kehadiran mereka berdua dapat diketahui oleh Gengo.
Setidaknya itulah teori yang ada di kepala Shikamaru saat ini.
Jutsu tak berfungsi menghadapi Gengo.
Tapi kenapa?
Shikamaru benar-benar tidak tahu. Dia tak punya cukup petunjuk, apapun yang bisa digunakannya untuk mengungkap kebenaran dibalik kejadian ini. Segalanya terjadi begitu cepat, dia tak sempat menyelidiki apapun.
Keadaan seperti ini membuat Shikamaru gusar.
Pikirannya kalut, dia benar-benar hilang akal.
“Uarghhh! Arghhh!”
Dari sebuah sudut di balik kegelapan yang teramat sangat itu, teriakan Rou mencapai telinga Shikamaru. Samar-samar terdengar pula jeritan Soku, sepertinya mereka tengah menghadapi siksaan. Tak ada hal lain yang terdengar selain rintihan dan ratapan kesakitan mereka berdua.
Namun entah kenapa, Shikamaru tak mengalami nasib yang sama dengan mereka.
“Aku mohon, maafkan aku...” ratap Shikamaru, kedua matanya menatap kosong ke arah sudut gelap dimana teriakan Rou berasal.
―Ini semua salahku...
Bukankah akan lebih baik jika aku menyelidiki orang itu sedikit lebih jauh sebelum bertindak...
Ada banyak rencana lain yang bisa ku pakai...
Tapi, aku ceroboh...
Ini semua salahku―
Rasa bersalah menghantui Shikamaru. Dia terus menghantamkan tangannya yang mengepal itu membabi-buta dalam kegelapan, berulang kali mengenai lantai dingin tempatnya berada saat ini. Lagi, dan lagi...
--- H S M ---
“Kau masih hidup?”
Suara Gengo tiba-tiba terdengar dari balik kegelapan.
“Atau kau sudah mati?” Nada suaranya terdengar seolah-olah dia khawatir karena tak ada jawaban dari Shikamaru.
Chakra Shikamaru memang menipis, namun dia jelas masih hidup, dan Gengo tahu itu. Pertanyaannya tadi tak lebih dari sekedar sarkasme. Atau lebih buruk, hinaan.
“Kulihat kau memakan makanan yang kami berikan, apa rasanya enak?”
Shikamaru memakan apapun yang mereka berikan padanya, tentunya setelah memastikan itu tidak diracuni. Kemampuan merasakan racun dalam sekali kecap merupakan keterampilan dasar yang wajib dikuasai oleh semua Shinobi, terlebih lagi para ANBU.
Shikamaru melakukan itu karena dia belum menyerah.
Dia harus bertahan hidup, karena sekecil apapun, pasti akan ada kesempatan untuk melarikan diri. Bila tubuhnya lemas tak berdaya ketika kesempatan itu tiba, maka semuanya tamat, dia akan mati di sini.
Tak ada satupun Shinobi yang menyerahkan harapannya untuk hidup. Tetap bertahan apapun yang terjadi, tetap menjunjung tinggi tanggung jawabnya apapun yang terjadi, itulah Shinobi yang sebenarnya.
Kita adalah Shinobi, karena kita bertahan untuk sebuah tujuan.
Karena itulah, Shikamaru sangat yakin bahwa Rou dan Soku juga belum menyerah, sama sepertinya.
“Sudah cukup lama kau berada dalam kegelapan seperti ini, apa kau sudah bisa lebih tenang?” tanya Gengo. “Apa sekarang kau mau mendengarkan ku?”
“Sayang sekali...” ujar Shikamaru. “Sejujurnya, aku dan kegelapan adalah teman akrab.”
“Hahahahaha... Kau ini orang yang sangat menarik.” Gengo tertawa sinis. “Aku akan datang lagi nanti.”
Pria itu melangkah pergi dari hadapan Shikamaru, keberadaannya memudar dalam kegelapan.
“AARRRRGGHHHHHHH!”
Bersamaan dengan itu, jeritan Rou kembali terdengar.
--- Bersambung ke Novel Shikamaru Hiden Chapter 12 ---
Kembali Ke daftar Isi
Klik
Sumber DNI.
No comments:
Post a Comment