Sunday, 17 May 2015

NOVEL SHIKAMARU HIDEN BAHASA INDONESIA - CHAPTER 07

NOVEL SHIKAMARU HIDEN BAHASA INDONESIA - CHAPTER 07

--- Penulis: Takashi Yano ---
--- Ilustrasi: Masashi Kishimoto ---

Sinopsis ― Chapter Tujuh, sikap aneh Shikamaru membuat orang-orang terdekatnya khawatir. Bahkan beberapa dari mereka merasakan sebuah firasat tidak enak.

--- Shikamaru Hiden --- Chapter 07 --- H S M ---

―Temari berdiri di belakang Gaara, memandangi rambut merah tuanya yang menari tertiup angin. Adik kecilnya ini benar-benar telah tumbuh dewasa, begitu pikir Temari.
Mereka berdiri di puncak sebuah bukit, dengan pemandangan indah Sunagakure yang terhampar jelas di bawahnya. Penduduk desa setempat menamai bukit ini sebagai ‘titik membaca angin’, karena angin tak pernah seharipun berhenti bertiup di sini, sepanjang tahun. Temari sangat paham, Gaara adalah satu-satunya orang yang sering datang ke sini hanya untuk menikmati pemandangan desa, tanpa mempedulikan betapa kerasnya angin bertiup.

“Ada perlu denganku, kak?” Gaara bertanya, sembari menoleh kebelakang, melihat ke arah kakak perempuannya itu. Temari dapat dengan jelas melihat kanji ‘Ai’ ―cinta, yang terlukis di kening adiknya.

Bertahun yang lalu, apabila seseorang dari desa mendengar nama ‘Gaara’, satu-satunya reaksi mereka adalah rasa takut yang amat sangat. Namun lihatlah dia saat ini. Dia adalah pemimpin Sunagakure, salah satu pilar utama yang menjaga persatuan para Shinobi tetap utuh. Gaara telah menjadi sosok penting bagi dunia Shinobi.

Itu semua berkat Naruto.

Sama seperti dia, Gaara juga telah memiliki Bijuu di dalam tubuhnya sejak dia di lahirkan ke dunia. Dulunya, Gaara hanya memiliki cinta bagi dirinya sendiri dan menganggap seluruh dunia adalah musuhnya, dia tak ingin siapapun dekat dengannya. Gaara yang dulu bahkan tak ingin membuka hatinya bagi kedua saudaranya, Temari dan Kankuro. Meskipun tak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, namun gerak-gerik tubuhnya, ketika rasa haus akan darah membuatnya kehilangan dirinya, semua yang dia lakukan, telah berteriak jauh lebih lantang dari sekedar kata-kata.

Naruto tak pernah sanggup meninggalkan Gaara, sesama Jinchuuriki yang menjalani kehidupan sekeras dirinya. Setelah saling baku hantam dalam sebuah pertempuran yang sangat sengit, keduanya perlahan saling mengenal satu sama lain. Ketika Bijuu Gaara direbut oleh Akatsuki dan dia berada di ambang kematian, Naruto memberikan chakranya sebanyak yang dia bisa untuk menyelamatkan Gaara, tanpa sedikitpun keraguan. Gaara akhirnya menganggapnya sebagai seorang, teman.

Sejak bertemu Naruto, Gaara mulai berubah. Sikap dinginnya perlahan menghilang, termasuk terhadap Temari dan Kankuro. Cara pandang Gaara terhadap desa dan para penduduknya sedikit demi sedikit juga ikut berubah.

Dan pada akhirnya, Gaara dapat diterima oleh semua orang.

Temari akan selamanya berterima kasih pada Naruto atas semua itu. Dia berpikir bahwa Konoha merupakan desa yang sangat menyenangkan. Penduduk desa mereka memiliki kebanggaan yang besar sebagai shinobi, dan sebagian besar dari mereka merupakan orang-orang yang berpikir logis.

Bersamaan dengan lamunannya tentang Konoha, tiba-tiba wajah ‘orang itu’ melintas di benak Temari. Dadanya terasa sakit seketika itu juga, lidah Temari mendecak, tanda kesal.

“Ada masalah, kak?”

“Eh? Ti-tidak ada...” jawab Temari terbata-bata.

Gaara memandanginya, dia terlihat khawatir. Temari tahu itu dan lekas membuang pandangannya dari mata adiknya.

Desa Sunagakure selalu mengalami kekeringan. Berada tepat ditengah-tengah sebuah padang pasir, hujan hampir tak pernah turun. Angin yang bertiup pun bercampur dengan butiran halus pasir di dalamnya.

“Mataku cuma kemasukan pasir...”

“Tidak biasanya.” ucap Gaara pelan.

“I-iya, itu benar...”

Mereka yang terlahir di Suna telah terbiasa dengan keadaan anginnya yang berpasir. Bahkan selama badai gurun sekalipun, tak ada satupun Shinobi desa ini yang matanya pedih karena pasir.

Kata-kata Temari soal matanya yang kemasukan pasir hanyalah sebuah kebohongan belaka.

“Shikamaru...” Gaara tiba-tiba menyebut nama ‘orang itu’, Temari hanya terdiam mendengarnya.

Meski kakaknya terdiam seakan sedang berhadapan dengan seorang musuh, Gaara tidak menghiraukannya, dan terus bicara seolah tak terjadi apa-apa.

“Sikapnya aneh belakangan ini. Kali terakhir aku bertemu dengannya di markas Serikat, pikiran dan tindakannya seperti sedang tidak berada di satu tempat. Sepertinya dia bekerja terlalu keras.”

“Kau berpikir seperti itu juga ya.” ujar Temari.

Gaara mengangguk. “Dulunya aku tidak pernah peduli pada orang lain, tapi sekarang sebaliknya, aku mencoba sebisa mungkin memperhatikan sikap dan penampilan seseorang. Mungkin karena itulah aku jadi sedikit lebih peka terhadap suasana hati orang lain.”

Tentu saja. Adik Temari itu pada dasarnya adalah seorang yang sangat serius. Sekali dia ingin melakukan sesuatu, dia akan melakukannya dengan sangat sungguh-sungguh. Oleh sebab itulah, pada akhirnya dia mampu membuka hatinya sepenuhnya untuk orang lain. Sesuatu yang dulu kesannya mustahil dia lakukan.

Bukan sebuah kejutan bila Gaara juga mampu merasakan perubahan sikap Shikamaru.

“Dia menyembunyikan sesuatu.”

“Mmm...” Temari mengangguk setuju.

“Dia adalah seseorang yang memikirkan masa depan Serikat dan dunia Shinobi lebih serius dari siapapun.” ujar Gaara. “Aku yakin, dia tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan Serikat.”

Gaara merujuk pada fakta bahwa setiap desa yang berpartisipasi dalam Serikat memiliki kewajiban untuk melaporkan semua permasalahan yang mereka ketahui, baik yang berada di dalam, maupun di luar yurisdiksi mereka. Dia juga merujuk pada fakta lain bahwa baik dia sendiri, maupun Temari, menyadari bahwa Shikamaru sengaja tidak melaporkan beberapa hal terkait situasi di Konoha, entah apa. Namun yang pasti, masalah apapun yang sanggup membuat Shikamaru bertindak seperti itu, kemungkinan besar adalah sesuatu yang dapat berimbas pada seluruh desa Shinobi.

“Kira-kira apa yang dia sembunyikan... Kau punya pendapat, kak?”

“Entahlah, aku tidak yakin...”

Sesuatu yang normal bila Gaara bertanya padanya. Temari adalah orang yang paling sering bekerja bersama Shikamaru dibanding siapapun di dalam Serikat.

“Sebenarnya ada sesuatu yang kupikirkan... Tapi seperti kubilang, aku tidak benar-benar yakin.” ujar Temari.

Gaara hanya mengangguk, lalu mendengarkan dengan seksama.

“Dia sedang serius menyelidiki tentang Shinobi-Shinobi yang menghilang dalam perang, dan juga yang akhir-akhir ini sering terjadi, kasus para Nukenin.”

Gaara berbalik setelah mendengar jawaban Temari, pandangannya kembali menerawang jauh ke arah desa. Sebuah guratan tipis muncul di antara kedua matanya.

Dia sedang berpikir.

Angin berhembus kencang. Butiran-butiran pasir menerpa dahi mereka, rasa sakit yang terasa begitu familiar.

“Mari kita tanya Naruto...” ujar Gaara lirih. “Apa kau mau pergi ke Konoha, kak?”

“Ya, tentu saja.” jawab Temari, tergores senyum tipis di bibirnya.

“Kakak juga harus bertanya pada Kakashi-san, tapi aku tidak yakin dia akan memberikan jawaban. Jadi kakak harus bertanya pada Naruto terlebih dahulu.” ujar Gaara. “Bila ternyata Shikamaru sedang dalam bahaya, maka kita harus ikut menyelamatkannya dengan segenap tenaga kita. Bila memang dibutuhkan, kakak bisa membawa serta Shinobi Suna sebanyak yang kakak mau.”

“...Shikamaru... Dia itu Shinobi Konoha, kau tahu itu kan?”

“Kita telah melupakan era itu, kak. Era lama di mana perbedaan antara ‘Shinobi Suna’ atau ‘Shinobi Konoha’ masih menjadi sesuatu yang penting, itu sudah lewat. Shikamaru adalah sosok penting bagi Serikat. Kita harus mendukungnya sebisa mungkin.”

“Terima kasih, Gaara...” ucap Temari, lirih.

“Kau tak perlu berterimakasih padaku untuk hal semacam ini, kak.” Gaara tersenyum.

Setetes air mata mengalir turun di sela pipi Temari. Dia bergegas menghapusmya, lalu menatap ke arah Gaara.

“Entah kenapa hari ini pasirnya masuk terus ke mataku, hehe...” Gadis itu tersenyum manis.

--- H S M ---

“Hei Sakura-chan, apa kau mendengarkanku?” tanya Naruto, sembari menyandarkan sikunya di atas tumpukan buku yang menggunung setinggi dadanya. Dia bicara pada Sakura yang sedang sibuk menelusuri rak buku yang memanjang menutupi dinding.

“Kau tahu kan, Sai sudah menghilang sebulan ini, sekarang ditambah lagi Shikamaru yang sikapnya jadi aneh. Apa kau pikir dia menyembunyikan sesuatu dari ku?” lanjutnya.

“Aku tidak tahu!”

Sakura terdengar jengkel.

“Bagaimana misi mu Naruto?” tanya Sakura, masih dengan roman suara yang sama.

“Sudah selesai hari ini.”

“Kalau begitu sana pergi ke Ichiraku, makan Ramen yang banyak, pulang, lalu tidur!” teriak Sakura.

“Haaaaah? Tapi sudah lama sekali sejak terakhir kau berada di Konoha, aku cuma ingin ngobrol sebentar, mumpung kau masih di sini. Kau kan anggota Tim 7 sama sepertiku, sikapmu itu dingin sekali, huh...” ujar Naruto, mukanya terlihat cemberut.

Mendengar itu, Sakura segera berbalik menatap sahabatnya itu.

“Dengar ya Naruto. Sekarang ini aku sedang kewalahan dengan pekerjaanku bersama Nona Tsunade untuk mengembangkan sistem jutsu medis. Aku juga sedang sibuk di Serikat Shinobi. Selain itu aku juga harus mempelajari ribuan dokumen yang ditinggalkan oleh Nona Tsunade semasa masih menjabat sebagai Hokage! Kau lihat kan? Aku tidak punya waktu luang untuk mendengarkanmu bergosip! Mengerti?”

Sakura mengalihkan pandangannya kembali ke arah rak buku setelah mengomel panjang lebar. Sepertinya dia memang sedang sangat suntuk.

“Lagipula, bukannya kau sedang dekat dengan Hinata akhir-akhir ini? Bukankah akan lebih baik kalau kau memintanya mendengarkan masalahmu?”

“Ooooohhh... Kau cemburu yaaa?” goda Naruto.

―Duaakk!

Sebuah pukulan mendarat di kepala Naruto.

“Siapa yang cemburu... Kau kan tahu, aku sudah memutuskan untuk menunggu Sasuke-kun kembali.”

“Iya-iyaaaa... aku paham Nona.” Naruto menjawab sembari mengelus-elus kepalanya yang masih terasa sakit. Namun tak lama, pandangan matanya berubah serius. Sakura juga menyadarinya.

“Meski begitu... Kau tahu? Perasaanku belakangan ini benar-benar tidak enak.”

“Apa Kyuubi yang merasakannya?” tanya Sakura.

Rubah ekor sembilan ―Kyuubi masih hidup di dalam tubuh Naruto, bersama sebagian kekuatan dari 8 Bijuu yang lain. Sehingga bisa dibilang bahwa Naruto merupakan manusia yang menjadi pilar bagi kekuatan monster berekor sepuluh ―Juubi. Di perang besar sebelum ini, Obito menjadikan dirinya Jinchuuriki Juubi dan mendapatkan chakra yang bahkan menandingi sang resi enam jalan, Rikudo Sennin. Sementara Naruto sendiri yang telah mendapatkan kepercayaan dari kesembilan Bijuu, saat ini juga memiliki kekuatan yang diberikan langsung oleh Rikudo.

‘Perasaan tidak enak’ dari seseorang seperti Naruto berbeda dari kebanyakan manusia biasa, dan tidak boleh dianggap sepele. Sakura sangat paham akan hal itu.

“Apa kau yakin kau tidak salah mengira, Naruto?”

“Ahhh, kau kejam sekali Sakura, kau tidak percaya sama sekali padaku...” Naruto bergumam, sembari membaringkan dirinya sendiri ke lantai.

“Bukan begitu... Kau tidak perlu khawatir. Sai dan Shikamaru, keduanya adalah Shinobi yang hebat. Meskipun semisal mereka berada di situasi yang tidak bisa mereka tangani sendiri, mereka pasti akan segera meminta bantuan. Bilapun keadaan mereka begitu buruknya hingga tak bisa meminta bantuan, maka Kakashi-sensei pasti akan memerintahkan kita untuk segera menyelamatkan mereka.”

“Ehhh... Aku sama sekali tidak yakin Kakashi-sensei tahu kapan harus melakukan itu.” ujar Naruto.

“Kakashi-sensei tidak bodoh sepertimu, Naruto...” Sakura terlihat semakin kesal.

“Berhenti bicara hal-hal yang tidak penting, dan konsentrasilah pada misimu. Itu yang Sai dan Shikamaru ingin kau lakukan. Terutama Shikamaru. Dia telah bekerja keras di Serikat Shinobi hanya supaya kau bisa jadi Hokage. Jangan sia-siakan itu!” lanjutnya.

“Justru karena itu, Sakura... Aku mengkhawatirkannya karena dia sangat berjasa bagiku.”

Sakura menghela nafas panjang.

“Tenangkan dirimu Naruto... Mereka itu teman-teman yang telah mempercayaimu selama ini, tidak akan terjadi apa-apa pada mereka. Kalaupun... mereka gugur, mereka tidak akan gugur tanpa makna.” ujar Sakura, sedikit menahan diri.

“Jangan bicara sembarangan tentang kematian, Sakura! Itu menakutkan, hiii...”

“Ya ampuuuun, aku bicara ini salah, aku bicara itu juga salah. Kau ini menyusahkan sekali Naruto.” Sakura mengucapkan kalimat yang biasa diucapkan Naruto padanya. “Sekarang pulang sana dan istirahatlah!”.

Sakura melempar sahabatnya itu keluar ruangan.

Ya, melempar...

--- Bersambung ke Novel Shikamaru Hiden Chapter 08 ---





Kembali Kedaftar Isi
Klik









Sumber DNI.

No comments:

Post a Comment