NOVEL SHIKAMARU HIDEN BAHASA INDONESIA - CHAPTER 04
--- Penulis: Takashi Yano ---
--- Ilustrasi: Masashi Kishimoto ---
Synopsis ―Chapter Empat, pertentangan dalam diri Shikamaru masih terjadi. Namun sedikit demi sedikit dia telah mulai menemukan jawabannya. Sebuah alasan untuk berjuang.
--- Novel Shikamaru Hiden Chapter 04 by H S M ---
Shikamaru sedang berada di kantor Hokage. Sang Hokage sendiri dikelilingi oleh segunung dokumen yang menunggu untuk ditandatangani. Pekerjaan yang kesannya mudah memang, tapi bisa sangat melelahkan.
Jendela di seberang ruangan dalam keadaan terbuka. Dari sana Shikamaru dapat melihat jalanan Konoha. Ramai, karena memang cuaca cerah pagi ini, suasananya benar-benar damai.
“Maaf membuatmu menunggu. Ada perlu apa Shikamaru?” tanya Kakashi sembari merapikan tumpukan kertas dihadapannya.
“Shijima no Kuni.” jawab Shikamaru, singkat.
“Oh, soal itu ya...”
Shikamaru masih belum menyelesaikan laporannya terkait rapat Serikat Shinobi kapan hari. Memang tidak ada sesuatu yang terlalu istimewa terkait rapat tersebut, Shikamaru memilih mengabaikannya sejenak.
“Soal rapat di markas besar. Semua berjalan seperti biasa. Lagipula, banyak orang hebat di sana, tidak ada yang perlu dicemaskan.” jelas Shikamaru.
“Kau juga salah satu dari orang-orang hebat itu, Shikamaru.” tanggapan Kakashi, singkat.
Shikamaru diam.
“Apa kau benar-benar berniat pergi ke sana?” Kakashi bertanya.
“Ya.”
Kakashi menghela nafas mendengar jawaban Shikamaru.
“Apa memang harus seperti itu?”
“Sai tertangkap. Desa kita juga telah kehilangan sejumlah besar Shinobi, dan ternyata sebagian dari mereka ada di sana. Apakah mereka melakukannya atas keinginan sendiri ataukah ada sebab lain, saya ingin memastikan itu.” Shikamaru menjawab pertanyaan Kakashi dengan nada tegas.
“Kau sungguh-sungguh rupanya...”
Kakashi memejamkan matanya sejenak. Lalu tak lama, melihat ke arah Shikamaru kembali.
“Aku mengerti... Aku tidak akan menghalangimu. Siapa yang akan kau bawa? Kau tidak bermaksud pergi ke sana sendirian kan?” tanya Kakashi.
“Bisakah Anda merekomendasikan dua orang anggota ANBU?”
“Hmmm? Mengapa bukan Chouji dan Ino?” Kakashi kembali bertanya, kali ini dengan tatapan serius.
“Kombinasi InoShikaChou memang bisa digunakan dalam serangan diam-diam, namun menurut saya, itu kurang cocok dengan misi ini.” jawab Shikamaru.
“Karena ini misi pembunuhan, iya kan?”
“Terlebih lagi, ini adalah misi yang memerlukan penyusupan. Saya ingin orang-orang yang dapat menyembunyikan chakra mereka.” Shikamaru tak menjawab pertanyaan Kakashi sebelumnya.
Kakashi menutup matanya, mencoba memikirkan kandidat yang sesuai dengan apa yang diinginkan Shikamaru.
“Yang akan membunuh Gengo pastinya bukan dirimu, iya kan?” Kakashi kembali bertanya.
“Saya akan menggunakan Kagemane no Jutsu untuk menjerat target.”
“Kalau begitu kau butuh seseorang untuk mengeksekusi Gengo...” Kakashi menyimpulkannya sendiri, dia paham apa yang dipikirkan Shikamaru.
Dua orang ANBU. Satu yang ahli memanipulasi chakra dan menyembunyikan keberadaannya. Yang satu lagi, seseorang dengan keahlian eksekusi mati.
“Aku tahu orang tepat. Aku akan mengatur semuanya.” ucap Kakashi.
“Terima kasih. Anda tidak ingin mengatakan sesuatu tentang tugas saya yang lain?” Shikamaru bertanya.
“Tidak. Untuk saat ini tidak ada yang lebih penting dari ini.” Kakashi menjawab dengan pasti, sejenak terlihat jelas bahwa dia memang memiliki kualitas sebagai Hokage.
Dia mampu dengan tenang menilai sesuatu, dan menarik keputusan yang cepat ―dan tepat dalam segala situasi. Karena itulah, semua orang yang bekerja di bawah perintahnya sama sekali tidak memiliki kekhawatiran apapun, dan akan melakukan yang terbaik demi desa. Shikamaru berpikir bahwa desa tidak akan berfungsi dengan baik tanpa Kakashi.
Kakashi memang tidak memiliki pemikiran semacam “Aku ingin menjadi Hokage”, tapi itu tak mencegahnya untuk terus dan terus berkembang. Di depan seseorang seperti Kakashi, Shikamaru merasa masih hijau, merasa belum bisa dibandingkan dengannya.
--- Novel Shikamaru Hiden Chapter 04 by H S M ---
“Aku akan memerintahkan mereka untuk segera kembali. Kau bisa menunggu sebentar lagi kan?” Kakashi bertanya.
“Saya mohon Anda lakukan secepat mungkin.”
“Aku tahu.” tergores senyum di balik topeng sang Hokage. Dia lalu berdiri dan menghadap ke jendela. Menerawang jauh ke langit desa yang kini mendung.
“Kau tak harus membebani dirimu sendiri, Shikamaru.” ucapnya.
Shikamaru tak menjawab.
Membebani diri sendiri... Yah, kalau dipikir-pikir mungkin Shikamaru memang sedang melakukan itu.
Meskipun selalu menganggap semua hal menyusahkan, entah kenapa Shikamaru selalu bersikap sebaliknya. Dan tanpa dia sadari, sikapnya itu telah membuat dirinya memikul banyak sekali beban. Mungkin terlalu berat bila dirasakan, namun tak satupun yang sanggup Shikamaru lepaskan.
Shikamaru khawatir.
Shikamaru selalu merasa bahwa tanpa semua beban itu, dia akan kehilangan dirinya sendiri. Dia adalah orang yang selalu menganggap segalanya menyusahkan. Lalu bagaimana bila ternyata ketika sedetik saja Shikamaru melepas semua beban di pundaknya, dia akan merasa terlalu menyusahkan untuk menyandangnya kembali?
Pikiran itu membuat Shikamaru cemas.
“Aku akan memberitahumu apa yang sebenarnya ku pikirkan.” Ucap Kakashi sembari mengangkat tangan kirinya. Tiba-tiba aliran petir berwarna biru muncul dari ketiadaan, membungkus rapi tangan kiri sang Hokage.
“Saat ini, aku sangat ingin meninggalkan semua tanggung jawabku dan pergi ke Shijima no Kuni.”
Shikamaru terhenyak. Dia seakan mendengar dengan jelas jeritan hati seorang Kakashi yang sangat ingin meninggalkan posisinya dan membunuh Gengo dengan tangannya sendiri.
Tapi semua tahu, Hokage bukanlah tanggung jawab yang dapat ditinggalkan begitu saja.
“Sejujurnya...” ucap Kakashi. “Bukan sesuatu yang pantas bagiku untuk membebani dirimu dengan masalah ini.”
“Saya lalu Naruto,, serta semua teman-teman kami, masing-masing telah memiliki tanggung jawab dan bebannya masing-masing. Justru karena Anda seorang Hokage, Anda tidak perlu memikul segalanya sendirian.” Jawab Shikamaru.
“Begitu ya...”
Kakashi menghela nafas panjang. Aliran petir yang tadinya menyala sangat besar di tangannya itu perlahan memudar.
“Shikamaru...” Kakashi berbalik memandang Shikamaru. “Terkadang aku ingin tahu, bagaimana rasanya menjadi orang dewasa.”
“Mohon jangan tanyakan pertanyaan seperti itu kepada saya.” Shikamaru tersenyum.
--- Novel Shikamaru Hiden Chapter 04 by H S M ---
Pemakaman Konoha, senja itu.
“Aku janji aku akan kembali.” ucap Shikamaru pada sebuah makam. Nisannya tertulis sebaris nama ―Nara Shikaku.
Shikamaru memang berniat mengunjungi makam ayahnya setelah pertemuannya dengan Hokage berakhir.
Bagaimana rasanya menjadi orang dewasa... Yah, Shikamaru merasa dia bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan Kakashi tersebut di sini.
Di perang dunia shinobi keempat, Shikaku ditugaskan di markas besar aliansi Shinobi. Setelah kelima Kage maju ke garis depan, Shikaku dan ayah Ino ―Inoichi Yamanaka, mengambil alih langsung tanggung jawab untuk memberikan arahan bagi seluruh pasukan aliansi.
Dia melaksanakan tanggung jawabnya dengan sangat baik. Bahkan ketika detik-detik kematiannya menjelang, dia tetap fokus untuk memberikan strategi bagi para pasukan di garis depan.
Dia adalah Shinobi hingga akhir hayatnya. Bukan... Bagi Shikamaru, Shikaku hanyalah seorang ayah. Ayah yang sangat dia banggakan.
Bagaimana rasanya menjadi orang dewasa... Lagi-lagi pertanyaan itu melintas di pikiran Shikamaru.
Beranjak dari makam Shikaku, sepasang kaki Shikamaru melangkah ke arah orang berikutnya yang ingin ia kunjungi. Makam gurunya... Sarutobi Asuma.
Dia adalah orang yang menolak mentah-mentah kedudukan sebagai bangsawan, terlepas dari statusnya sebagai putra Hokage ketiga. Dia lebih memilih bertahan di garis depan, dekat dengan bahaya.
Asuma adalah orang yang membesarkan Shikamaru, Ino, dan Chouji hingga menjadi sehebat sekarang. Mereka telah menjalani misi yang tak terhitung, menghadapi banyak kesulitan bersama-sama.
Ya, Asuma... Pria yang menghadapi situasi segenting apapun dengan santai dan sulutan sebatang rokok di mulutnya. Shikamaru menjadikannya seorang panutan.
Dia gugur dalam sebuah pertempuran menghadapi Akatsuki. Asuma paham benar dia takkan bisa menang menghadapi kekuatan Akatsuki yang begitu diluar nalar. Dia sengaja mengorbankan nyawanya untuk melindungi Shikamaru dan yang lain.
Dia juga, sama seperti Shikaku. Masih saja memikirkan kepentingan orang lain, bahkan di saat-saat terakhirnya.
Sebaliknya, Shikamaru belum menemukan siapapun atau apapun untuk dilindungi, sesuatu yang mampu membuatnya melakukan pengorbanan seperti itu.
Bukan.. Bukan berarti para penduduk desa dan teman-temannya tidak cukup berharga bagi Shikamaru. Mereka sangat berharga, sangat-sangat berharga. Namun entah, seperti ada yang kurang.
Mungkin ini artinya Shikamaru belum sepenuhnya dewasa... Yah, mungkin.
Awalnya Shikamaru berpikir bahwa “orang dewasa”, yah, kata-kata rancu itu, maknanya adalah anak-anak yang jiwanya terperangkap di tubuhnya sendiri yang semakin menua.
Bila seperti itu... Kakashi juga seorang anak-anak.
Namun, Kakashi telah memiliki sesuatu untuk dia lindungi.
“Bagi seorang Hokage, semua orang di desa adalah anak-anaknya. Dan dia akan melakukan apapun untuk melindungi mereka semua.” Itu adalah kata-kata dari ayah Asuma, Sarutobi Hiruzen, sang Hokage ketiga.
Yah, mungkin detik ketika Kakashi memutuskan menjadi seorang Hokage, dia telah dewasa.
Entahlah, ini terlalu rumit. Menyusahkan saja...
--- Novel Shikamaru Hiden Chapter 04 by H S M ---
“Shika-niichan!”
Shikamaru tersadar dari lamunannya oleh sebuah teriakan. Teriakan seorang anak kecil yang memanggil namanya.
Seorang balita perempuan berjalan terhuyung ke arah Shikamaru. Satu langkah, demi satu langkah, sepertinya dia memang baru belajar berjalan.
“Mirai?” Shikamaru tersenyum. Pikirannya yang sejak tadi kalut melayang entah kemana kini sudah kembali. Roman mukanya juga terlihat lebih tenang.
“Hyaaa.” Dengan susah payah, putri Asuma itu akhirnya tiba juga di tempat Shikamaru berdiri. Dengan senyum yang sedari tadi mengembang, Mirai memeluk kaki Shikamaru dengan tangan-tangan mungilnya. “Shika-niichan.”
Kepalanya mendongak ke atas, memandang wajah Shikamaru dengan sepasang matanya yang lebar. Senyumnya terasa hangat, sehangat matahari. Cukup untuk membuat pikiran dan hati Shikamaru yang beberapa hari ini membeku terasa lebih baik.
“Lama tak bertemu, Shikamaru...”
“Ah, guru Kurenai.” Shikamaru menyapa Kurenai, istri Asuma sekaligus ibu Mirai.
“Hahaha, aku bukan seorang guru lagi. Berhentilah memanggilku seperti itu.” Kurenai tertawa.
Sarutobi Kurenai...
Dia adalah mantan Jounin pembimbing, sama seperti Asuma dan Kakashi. Dia ditugaskan membimbing tim yang beranggotakan tiga orang teman sekelas Shikamaru ―Hinata Hyuga, Kiba Inuzuka, dan Aburame Shino. Namun sekarang dia telah pensiun, dan menghabiskan waktunya sebagai seorang ibu.
“Kau mengunjungi Asuma?” Kurenai bertanya.
“Iya.”
“Shikaku-san juga?” Kurenai lagi-lagi bertanya.
Shikamaru hanya mengangguk.
Masih memeluk kaki Shikamaru, Mirai mengangkat kepalanya.
“Shika-niichan! Bertemu ayah!”
Meski hanya sepatah-sepatah, kata-kata Mirai benar-benar tulus. Shikamaru memandanginya, entah kenapa hatinya terasa hangat.
Shikamaru teringat akan sumpahnya pada Asuma, Kurenai, dan dirinya sendiri. Dia akan menjadi guru yang menjaga dan membimbing Mirai.
“Ah iya... Jadi Mirai kesini mengunjungi ayah?” Shikamaru berlutut untuk berbicara pada Mirai.
Mirai mengangguk.
“Wah, Mirai pandai sekali ya, hahaha.” ucap Shikamaru sembari mengusap-usap rambut putri Asuma tersebut. Terasa sangat halus. Nyaman, perasaan itulah yang mengalir hingga hatinya. Begitu menenangkan.
“Cepat besar ya Mirai, hehe.” ujar Shikamaru.
Mirai lagi-lagi mengangguk. Masih dengan senyum-nya yang tak berhenti mengembang.
“Mirai sangat menyayangi Shika-niichan, iya kan?” tanya Kurenai sambil mengelus-elus rambut putrinya.
Mirai mengangguk keras sekali hingga hampir terjatuh, untung saja Shikamaru cukup cepat menggapainya.
―Demi anak ini... Pikiran itu seketika menyeruak dalam benak Shikamaru.
“Iyaaa.”
“Hahaha. Baiklah, kalau begitu. Terimakasih sudah menyayangiku.” ucap Shikamaru sembari menggendong Mirai, mengangkatnya tinggi-tinggi hingga putri Asuma itu tertawa lepas. Bermandikan cahaya senja.
“Ya, demi anak ini...”
“Aku sama sekali belum boleh mati!”
--- Bersambung ke Novel Shikamaru Hiden Chapter 05 ---
Sumber DNI.
No comments:
Post a Comment