NOVEL SHIKAMARU HIDEN BAHASA INDONESIA - CHAPTER 13
--- Penulis: Takashi Yano ---
--- Ilustrasi: Masashi Kishimoto ---
--- English Translation: Cacatua Tumblr ---
--- Indonesian Translation: Ayudhya Prameswari #DNI ---
--- H S M ---
Dia tak mampu membantah kata-kata Gengo...
Shikamaru tak berdaya di hadapan pertentangan hebat yang saat ini melanda hatinya.
Dia datang jauh-jauh ke Shijima no Kuni hanya untuk membunuh Gengo.
Dia berangkat dengan sebuah keyakinan bahwa Gengo adalah kerikil tajam bagi perdamaian dunia. Begitu yakinnya, hingga dia memutuskan melangkah menuju kegelapan tanpa ada seorang pun yang tahu akan itu.
Namun...
Saat ini, ketika Gengo telah berada tepat di depan matanya, Shikamaru meragu. Dia tak lagi yakin bahwa yang dilakukannya ini adalah hal yang benar.
“Shikamaru... Apa pernah terpikirkan olehmu, mengapa perang terus menerus terjadi di dunia ini?” tanya Gengo.
Jawaban atas pertanyaan itu bukanlah sesuatu yang pernah terpikirkan oleh Shikamaru.
Sejak dahulu kala, negeri-negeri di dunia telah berseteru satu sama lain. Perang terus terjadi, lagi dan lagi, seakan tanpa akhir. Sudah tak terhitung lagi berapa negeri yang hancur atau bangkit sepanjang arus waktu.
Dan di antara celah kekacauan itulah, Shinobi hidup.
Para Shinobi menawarkan jasa dan keahlian mereka di medan tempur demi beberapa ratus keping emas, atau sekotak besar perbekalan. Bagi mereka, itu bukanlah perang, melainkan hanya sebuah ladang tempat mereka mencari penghidupan.
Shikamaru adalah seseorang yang menaruh perhatian besar terhadap perkembangan dunia Shinobi. Namun tak seperti Gengo, dia tak begitu peduli dengan apa yang terjadi di bagian dunia yang lain.
Bagaimana mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi para Shinobi, bagaimana mempertahankan hubungan baik antar desa, bagaimana menjaga Serikat Shinobi tetap utuh, bagaimana menjadikan Naruto seorang Hokage, bagaimana membangun pondasi yang kokoh bagi generasi yang akan datang, dan sebagainya. Hal-hal semacam itulah yang lebih sering berlalu-lalang di dalam pikiran Shikamaru.
Namun Gengo jelas berbeda, dia tak hanya terpaku dengan apa yang disebut sebagai Shinobi dan batasan-batasannya. Pemikirannya begitu luas, mencakup nasib dunia secara keseluruhan.
“Alasan mengapa pertempuran tak juga berakhir adalah karena para Daimyo-lah yang memerintah dunia, bukan para Shinobi... Apa kau setuju dengan itu, Shikamaru?”
“Mereka hanyalah manusia biasa, tanpa kemampuan lebih layaknya para Shinobi. Namun setiap kali mereka bertemu satu sama lain, pertempuran selalu pecah. Bukankah mereka adalah orang-orang yang arogan dan keras kepala?” ujar Gengo.
“Semua negeri sama saja, Shikamaru... Tak ada satupun yang benar-benar lebih kuat dari yang lain. Mereka terus berperang, menang di hari ini, kalah di hari berikutnya, bangkit di hari ini, runtuh di hari berikutnya, terus begitu tanpa pernah berhenti.” lanjutnya.
“Dan aku ingin mengakhiri semua itu... Dengan kekuatan Shinobi, dengan dukungan para Kakusha, aku akan mewujudkan sesuatu yang belum pernah dicapai oleh orang lain sebelumnya... yaitu mempersatukan dunia.”
“Mempersatukan... dunia, katamu...” gumam Shikamaru.
Gengo mengangguk, raut wajahnya begitu percaya diri.
“Sejak dulu, dunia ini selalu berpihak kepada yang kuat. Seperti kata pepatah lama, siapa yang kuat, dialah yang akan bertahan.”
“Hukum rimba seperti itu tak hanya berlaku pada para binatang. Hewan buas bernama manusia ternyata juga masih menerapkan hukum semacam itu. Yang kuat yang berkuasa, kenyataan seperti itulah yang ada di dunia sejak dahulu kala, bahkan hingga saat ini.”
“Kau pun setuju, Shikamaru... kita para Shinobi adalah yang terkuat. Dan bila seperti itu, bukankah memang kitalah yang seharusnya berada di puncak hirarki dunia?”
“Itu sudah menjadi kehendak alam, Shikamaru... revolusi yang sejak tadi kubicarakan hanyalah sarana untuk mewujudkan kehendak tersebut. Aku hanya berusaha untuk menjadikan dunia ini seperti yang seharusnya.”
Shinobi lah yang seharusnya berkuasa di dunia... mungkin pemikiran seperti itu tidaklah salah.
--- H S M ---
“Tuan Shikamaru...”
Shikamaru segera menoleh begitu mendengar suara Rou. Pandangannya yang semenjak tadi tertuju pada Gengo, kini sepenuhnya beralih pada rekannya itu.
“Bukankah apa yang dikatakan tuan Gengo itu benar?” tanya Rou. “Mengapa para Shinobi harus terus tunduk kepada para Daimyo?”
“Saya sudah lama bertugas di ANBU, dan saya telah berulang kali menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri betapa bejatnya para Daimyo. Mereka menganggap kita hanyalah sebuah alat yang bisa dimanfaatkan, lalu dibuang bila sudah tak lagi berguna.” lanjutnya.
“Salah satu sahabat saya telah menjadi korban. Dia bertugas sebagai mata-mata ketika negeri api terlibat perang dengan negeri angin, dan berhasil menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Namun ketika akhirnya kedua negeri tersebut sepakat untuk berdamai, dia disingkirkan begitu saja.” ujar Rou, terlihat pipinya dibasahi oleh air mata. “Mereka menganggapnya sebagai seorang penganggu.”
“Kau tahu? Aku sependapat dengannya.” ujar Soku tiba-tiba.
Shikamaru mengalihkan pandangannya ke arah gadis itu. Dia dapat melihat dengan jelas barisan luka lebam di sekujur wajah manis Soku. Sekalipun usia gadis ini masih sangat muda, sepertinya Gengo tak memberi sedikitpun toleransi padanya.
“Kau tahu? Kurasa apa yang dikatakan Gengo juga ada benarnya.” lanjutnya.
“Hinoko...” gumam Shikamaru.
“Kau tahu? Ini bukan hanya soal para Daimyo, tapi juga rakyat mereka.” Soku melanjutkan kata-katanya dengan menggebu-gebu, seakan tengah menahan amarah yang begitu hebat. Dia bahkan tak lagi peduli pada Shikamaru yang memanggil nama aslinya.
“Kau tahu? Tak peduli seberapa ramahnya dirimu, saat mereka tahu bahwa kau adalah seorang Shinobi, mereka akan langsung memandangmu sebelah mata. Rasa cemas, curiga, ketakutan... aku bisa melihat semua itu dengan jelas dalam sorot mata mereka. Kita dipandang sebagai seseorang yang berbeda, atau lebih parah, tidak normal.”
“Lalu buat apa kita bertaruh nyawa demi orang-orang sialan seperti mereka? Kau tahu, aku sama sekali tidak paham.” tutup Soku.
Dari caranya berbicara, Soku tampak begitu menghormati pemikiran Gengo. Padahal Gengo adalah orang yang bertanggung jawab atas barisan luka yang dia derita saat ini. Seakan-akan, Soku telah melupakan segala penyiksaan yang dia alami beberapa hari ini.
“Kau lihat, Shikamaru... Bahkan rekan-rekanmu juga setuju denganku. Apa yang akan kulakukan adalah sesuatu yang berarti bagi seluruh Shinobi di dunia. Bergabunglah denganku, Shikamaru... kita dapat mengakhiri era kacau ini bersama-sama.”
Gengo mengulurkan tangannya...
Bila Shikamaru menyambut uluran tangan tersebut, tak akan ada jalan untuk pulang.
Tapi... apa gunanya pulang? Toh bila Gengo benar-benar mampu mempersatukan seluruh dunia, maka Shikamaru pasti bisa berkumpul lagi dengan Naruto, Chouji, Ino, dan yang lainnya.
Ah lebih dari itu, bahkan mungkin Shikamaru dapat langsung mengundang mereka untuk bergabung dengannya, bersama-sama mempersatukan dunia.
“Jadilah tangan kananku, Nara Shikamaru...”
Kata-kata Gengo merasuk dalam diri Shikamaru, membuat tubuhnya bergetar.
“A-aku...”
Separuh diri Shikamaru mendorongnya untuk menyambut uluran tangan Gengo.
Namun...
Separuh yang lain juga sedang berusaha mati-matian mencegahnya melakukan itu.
“Mari, Shikamaru...” ujar Gengo, berusaha meyakinkan tawanannya.
“Me-memang...”
Shikamaru berusaha keras untuk bicara, meski tenggorokannya terasa begitu serak.
“Memangnya kenapa aku harus jadi anak buah orang sepertimu!” Shikamaru akhirnya mampu mengeluarkan kata-kata, meski suaranya terdengar parau dan bibirnya gemetaran.
--- H S M ---
“Padahal sudah kujelaskan panjang lebar padamu, tentang dunia, tentang segalanya. Namun kau masih belum paham juga...”
Ada yang salah... Ada sesuatu yang salah dalam diri Shikamaru.
Relung hati Shikamaru yang paling dalam sama sekali tidak percaya pada kata-kata Gengo. Dia yakin, mengabdikan diri pada orang seperti Gengo tidak akan membawa kebaikan. Meskipun sebenarnya, tak satupun alasan masuk akal yang terlintas di pikiran Shikamaru untuk membantah apa yang dikatakan Gengo.
Sebuah firasat buruk... Itulah satu-satunya tempat kesadaran Shikamaru berpijak. Karena saat ini hampir seluruh bagian dirinya telah berhasil diyakinkan oleh Gengo. Hanya firasat itulah yang menjaga Shikamaru tetap waras, setidaknya hingga detik ini.
“Bila memang seperti itu, baiklah...”
Gengo memberi isyarat kepada para Kakusha yang menjaga Shikamaru untuk melepaskan ikatan yang membelenggu kedua tangannya. Begitu terlepas, tubuh Shikamaru hampir saja tersungkur ke lantai karena lemas, namun dia mampu bertumpu pada tangan kanannya yang masih gemetaran. Tatapannya tertuju pada Gengo.
Gengo berdiri hanya beberapa langkah dari Shikamaru. Dia membuka lebar kedua tangannya seakan sedang menyambut pelukan kematian.
“Bila kau benar-benar tidak percaya pada semua yang kukatakan... Silakan, bunuh saja aku.”
“Me-membunuhmu...” Shikamaru terbelalak, tubuhnya semakin bergetar hebat.
“Apa ada masalah? Dengan jurus bayanganmu yang terkenal itu, rasanya bukan hal yang sulit bagimu untuk menjeratku hingga mati.”
“Silahkan Shikamaru... bunuh aku.”
―Kenapa dia sampai seperti itu... Kenapa dia sampai menyuruhku membunuhnya...
Shikamaru dalam situasi yang serba salah.
Mentari fajar yang baru saja terbit menyelipkan seberkas cahayanya diantara celah jendela balairung. Sinarnya begitu terang, terasa hangat menerpa tubuh Shikamaru. Sebarisan bayangan mulai tercipta, semakin besar dan semakin besar. Setiap sisinya berguncang hebat seiring kedua tangan Shikamaru yang juga masih bergetar.
“Ayo! Bunuh aku, Shikamaru!” teriak Gengo. Wajahnya sama sekali tak menunjukkan sedikitpun rasa takut.
“Majulah...” perintah Shikamaru pelan. Seketika, sebuah sulur bayangan berwarna hitam kelam memanjang dan merayap cepat ke arah Gengo.
Namun...
Bayangannya berhenti.
Bayangannya berhenti tepat di depan Gengo. Tak peduli seberapa keras Shikamaru berusaha, bayangan itu tetap tak mampu bergerak lebih jauh.
“Kenapa? Kenapa kau berhenti, Shikamaru?” tanya Gengo.
―Terjadi lagi...
Kenapa bayanganku tak berdaya di hadapannya...
Ada yang tidak beres... Jelas ada yang tidak beres...
Berpikir Shikamaru, berpikir!―
Kepala Shikamaru serasa ingin pecah. Dia tak lagi bisa berpikir jernih.
Rou dan Soku...
Mereka berdua adalah anggota pasukan ANBU yang sangat setia, dan telah terlatih untuk tetap setia meski dalam situasi sesulit apapun. Namun mengapa mereka begitu mudahnya terpengaruh kata-kata Gengo?
Lagipula, atas perintah Gengo-lah tubuh mereka disiksa, namun mengapa tak ada setitikpun dendam dalam diri mereka? Semudah itukah mereka memaafkan Gengo?
Dilihat dari sisi manapun, ini tetaplah sesuatu yang tidak masuk akal.
Pasti ada semacam tipu daya, ilusi, Genjutsu, atau apapun itu di belakang semua ini.
Tunggu... Benar juga...
Genjutsu...
Itu adalah teknik yang digunakan oleh sebagian ninja untuk memanipulasi pikiran lawannya, atau menjebak seseorang dalam belenggu khayalan. Sepertinya Rou dan Soku sedang berada dalam pengaruh Genjutsu.
Pertanyaannya, apakah Shikamaru juga bernasib sama dengan mereka?
―Bisa jadi.
Tapi Genjutsu adalah sesuatu yang sangat terkait erat dengan Doujutsu, atau teknik mata. Seperti layaknya klan Uchiha dari Konoha yang memiliki mata istimewa, yaitu Sharingan. Kemampuan turun menurun yang memungkinkan mereka menjebak orang lain dalam sebuah Genjutsu.
Waktu itu, ketika insiden di alun-alun, ada sesuatu yang melemahkan jurus penyamaran Rou hingga keberadaan mereka berhasil diketahui oleh musuh. Itu tidak mungkin akibat Dojutsu. Karena sebelum akhirnya kedok mereka terbongkar, baik Shikamaru maupun Rou belum pernah sekalipun bertatap mata dengan Gengo.
Lalu, apa sebenarnya yang terjadi saat itu?
Lagi-lagi pikiran Shikamaru menemui jalan buntu.
Bila seseorang terperangkap dalam jerat Genjutsu, maka dibutuhkan bantuan orang lain untuk dapat lepas dari belenggunya. Namun saat ini, kedua rekan Shikamaru telah berada dalam genggaman Gengo.
Shikamaru benar-benar kehabisan akal. Seakan-akan saat ini dia sedang berjalan di tengah-tengah sebuah rawa, setiap langkah membawanya tenggelam semakin dalam. Bila dibiarkan terus seperti ini, Shikamaru akan karam sepenuhnya.
“Aku tak tahu lagi harus bagaimana...” tanpa sengaja kata-kata putus asa itu keluar dari mulut Shikamaru.
Gengo menatapnya dengan sorot mata penuh kemenangan. Tersungging sebaris senyum tipis di wajahnya.
“Apa sekarang kau sudah mau mengerti?”
Suaranya terdengar begitu kalem dan menenangkan.
Setitik demi setitik, sisa-sisa kewarasan yang ada pada benak Shikamaru mulai memudar.
―Jadi begitu... Ini adalah Genjutsu Gengo yang sebenar-benarnya.
Sepertinya Shikamaru mulai dapat memahami kebenaran dibalik segala keanehan yang menyelimuti sosok pemimpin Shijima no Kuni ini.
Namun entah kenapa, dia tak lagi ingin memikirkan itu lebih jauh.
Ah tidak... lebih tepatnya, dia tak lagi peduli.
Shikamaru melangkah... menyerah kalah.
--- Bersambung ke Novel Shikamaru Hiden Chapter 14 ---
--- Penulis: Takashi Yano ---
--- Ilustrasi: Masashi Kishimoto ---
--- English Translation: Cacatua Tumblr ---
--- Indonesian Translation: Ayudhya Prameswari #DNI ---
--- H S M ---
Dia tak mampu membantah kata-kata Gengo...
Shikamaru tak berdaya di hadapan pertentangan hebat yang saat ini melanda hatinya.
Dia datang jauh-jauh ke Shijima no Kuni hanya untuk membunuh Gengo.
Dia berangkat dengan sebuah keyakinan bahwa Gengo adalah kerikil tajam bagi perdamaian dunia. Begitu yakinnya, hingga dia memutuskan melangkah menuju kegelapan tanpa ada seorang pun yang tahu akan itu.
Namun...
Saat ini, ketika Gengo telah berada tepat di depan matanya, Shikamaru meragu. Dia tak lagi yakin bahwa yang dilakukannya ini adalah hal yang benar.
“Shikamaru... Apa pernah terpikirkan olehmu, mengapa perang terus menerus terjadi di dunia ini?” tanya Gengo.
Jawaban atas pertanyaan itu bukanlah sesuatu yang pernah terpikirkan oleh Shikamaru.
Sejak dahulu kala, negeri-negeri di dunia telah berseteru satu sama lain. Perang terus terjadi, lagi dan lagi, seakan tanpa akhir. Sudah tak terhitung lagi berapa negeri yang hancur atau bangkit sepanjang arus waktu.
Dan di antara celah kekacauan itulah, Shinobi hidup.
Para Shinobi menawarkan jasa dan keahlian mereka di medan tempur demi beberapa ratus keping emas, atau sekotak besar perbekalan. Bagi mereka, itu bukanlah perang, melainkan hanya sebuah ladang tempat mereka mencari penghidupan.
Shikamaru adalah seseorang yang menaruh perhatian besar terhadap perkembangan dunia Shinobi. Namun tak seperti Gengo, dia tak begitu peduli dengan apa yang terjadi di bagian dunia yang lain.
Bagaimana mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi para Shinobi, bagaimana mempertahankan hubungan baik antar desa, bagaimana menjaga Serikat Shinobi tetap utuh, bagaimana menjadikan Naruto seorang Hokage, bagaimana membangun pondasi yang kokoh bagi generasi yang akan datang, dan sebagainya. Hal-hal semacam itulah yang lebih sering berlalu-lalang di dalam pikiran Shikamaru.
Namun Gengo jelas berbeda, dia tak hanya terpaku dengan apa yang disebut sebagai Shinobi dan batasan-batasannya. Pemikirannya begitu luas, mencakup nasib dunia secara keseluruhan.
“Alasan mengapa pertempuran tak juga berakhir adalah karena para Daimyo-lah yang memerintah dunia, bukan para Shinobi... Apa kau setuju dengan itu, Shikamaru?”
“Mereka hanyalah manusia biasa, tanpa kemampuan lebih layaknya para Shinobi. Namun setiap kali mereka bertemu satu sama lain, pertempuran selalu pecah. Bukankah mereka adalah orang-orang yang arogan dan keras kepala?” ujar Gengo.
“Semua negeri sama saja, Shikamaru... Tak ada satupun yang benar-benar lebih kuat dari yang lain. Mereka terus berperang, menang di hari ini, kalah di hari berikutnya, bangkit di hari ini, runtuh di hari berikutnya, terus begitu tanpa pernah berhenti.” lanjutnya.
“Dan aku ingin mengakhiri semua itu... Dengan kekuatan Shinobi, dengan dukungan para Kakusha, aku akan mewujudkan sesuatu yang belum pernah dicapai oleh orang lain sebelumnya... yaitu mempersatukan dunia.”
“Mempersatukan... dunia, katamu...” gumam Shikamaru.
Gengo mengangguk, raut wajahnya begitu percaya diri.
“Sejak dulu, dunia ini selalu berpihak kepada yang kuat. Seperti kata pepatah lama, siapa yang kuat, dialah yang akan bertahan.”
“Hukum rimba seperti itu tak hanya berlaku pada para binatang. Hewan buas bernama manusia ternyata juga masih menerapkan hukum semacam itu. Yang kuat yang berkuasa, kenyataan seperti itulah yang ada di dunia sejak dahulu kala, bahkan hingga saat ini.”
“Kau pun setuju, Shikamaru... kita para Shinobi adalah yang terkuat. Dan bila seperti itu, bukankah memang kitalah yang seharusnya berada di puncak hirarki dunia?”
“Itu sudah menjadi kehendak alam, Shikamaru... revolusi yang sejak tadi kubicarakan hanyalah sarana untuk mewujudkan kehendak tersebut. Aku hanya berusaha untuk menjadikan dunia ini seperti yang seharusnya.”
Shinobi lah yang seharusnya berkuasa di dunia... mungkin pemikiran seperti itu tidaklah salah.
--- H S M ---
“Tuan Shikamaru...”
Shikamaru segera menoleh begitu mendengar suara Rou. Pandangannya yang semenjak tadi tertuju pada Gengo, kini sepenuhnya beralih pada rekannya itu.
“Bukankah apa yang dikatakan tuan Gengo itu benar?” tanya Rou. “Mengapa para Shinobi harus terus tunduk kepada para Daimyo?”
“Saya sudah lama bertugas di ANBU, dan saya telah berulang kali menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri betapa bejatnya para Daimyo. Mereka menganggap kita hanyalah sebuah alat yang bisa dimanfaatkan, lalu dibuang bila sudah tak lagi berguna.” lanjutnya.
“Salah satu sahabat saya telah menjadi korban. Dia bertugas sebagai mata-mata ketika negeri api terlibat perang dengan negeri angin, dan berhasil menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Namun ketika akhirnya kedua negeri tersebut sepakat untuk berdamai, dia disingkirkan begitu saja.” ujar Rou, terlihat pipinya dibasahi oleh air mata. “Mereka menganggapnya sebagai seorang penganggu.”
“Kau tahu? Aku sependapat dengannya.” ujar Soku tiba-tiba.
Shikamaru mengalihkan pandangannya ke arah gadis itu. Dia dapat melihat dengan jelas barisan luka lebam di sekujur wajah manis Soku. Sekalipun usia gadis ini masih sangat muda, sepertinya Gengo tak memberi sedikitpun toleransi padanya.
“Kau tahu? Kurasa apa yang dikatakan Gengo juga ada benarnya.” lanjutnya.
“Hinoko...” gumam Shikamaru.
“Kau tahu? Ini bukan hanya soal para Daimyo, tapi juga rakyat mereka.” Soku melanjutkan kata-katanya dengan menggebu-gebu, seakan tengah menahan amarah yang begitu hebat. Dia bahkan tak lagi peduli pada Shikamaru yang memanggil nama aslinya.
“Kau tahu? Tak peduli seberapa ramahnya dirimu, saat mereka tahu bahwa kau adalah seorang Shinobi, mereka akan langsung memandangmu sebelah mata. Rasa cemas, curiga, ketakutan... aku bisa melihat semua itu dengan jelas dalam sorot mata mereka. Kita dipandang sebagai seseorang yang berbeda, atau lebih parah, tidak normal.”
“Lalu buat apa kita bertaruh nyawa demi orang-orang sialan seperti mereka? Kau tahu, aku sama sekali tidak paham.” tutup Soku.
Dari caranya berbicara, Soku tampak begitu menghormati pemikiran Gengo. Padahal Gengo adalah orang yang bertanggung jawab atas barisan luka yang dia derita saat ini. Seakan-akan, Soku telah melupakan segala penyiksaan yang dia alami beberapa hari ini.
“Kau lihat, Shikamaru... Bahkan rekan-rekanmu juga setuju denganku. Apa yang akan kulakukan adalah sesuatu yang berarti bagi seluruh Shinobi di dunia. Bergabunglah denganku, Shikamaru... kita dapat mengakhiri era kacau ini bersama-sama.”
Gengo mengulurkan tangannya...
Bila Shikamaru menyambut uluran tangan tersebut, tak akan ada jalan untuk pulang.
Tapi... apa gunanya pulang? Toh bila Gengo benar-benar mampu mempersatukan seluruh dunia, maka Shikamaru pasti bisa berkumpul lagi dengan Naruto, Chouji, Ino, dan yang lainnya.
Ah lebih dari itu, bahkan mungkin Shikamaru dapat langsung mengundang mereka untuk bergabung dengannya, bersama-sama mempersatukan dunia.
“Jadilah tangan kananku, Nara Shikamaru...”
Kata-kata Gengo merasuk dalam diri Shikamaru, membuat tubuhnya bergetar.
“A-aku...”
Separuh diri Shikamaru mendorongnya untuk menyambut uluran tangan Gengo.
Namun...
Separuh yang lain juga sedang berusaha mati-matian mencegahnya melakukan itu.
“Mari, Shikamaru...” ujar Gengo, berusaha meyakinkan tawanannya.
“Me-memang...”
Shikamaru berusaha keras untuk bicara, meski tenggorokannya terasa begitu serak.
“Memangnya kenapa aku harus jadi anak buah orang sepertimu!” Shikamaru akhirnya mampu mengeluarkan kata-kata, meski suaranya terdengar parau dan bibirnya gemetaran.
--- H S M ---
“Padahal sudah kujelaskan panjang lebar padamu, tentang dunia, tentang segalanya. Namun kau masih belum paham juga...”
Ada yang salah... Ada sesuatu yang salah dalam diri Shikamaru.
Relung hati Shikamaru yang paling dalam sama sekali tidak percaya pada kata-kata Gengo. Dia yakin, mengabdikan diri pada orang seperti Gengo tidak akan membawa kebaikan. Meskipun sebenarnya, tak satupun alasan masuk akal yang terlintas di pikiran Shikamaru untuk membantah apa yang dikatakan Gengo.
Sebuah firasat buruk... Itulah satu-satunya tempat kesadaran Shikamaru berpijak. Karena saat ini hampir seluruh bagian dirinya telah berhasil diyakinkan oleh Gengo. Hanya firasat itulah yang menjaga Shikamaru tetap waras, setidaknya hingga detik ini.
“Bila memang seperti itu, baiklah...”
Gengo memberi isyarat kepada para Kakusha yang menjaga Shikamaru untuk melepaskan ikatan yang membelenggu kedua tangannya. Begitu terlepas, tubuh Shikamaru hampir saja tersungkur ke lantai karena lemas, namun dia mampu bertumpu pada tangan kanannya yang masih gemetaran. Tatapannya tertuju pada Gengo.
Gengo berdiri hanya beberapa langkah dari Shikamaru. Dia membuka lebar kedua tangannya seakan sedang menyambut pelukan kematian.
“Bila kau benar-benar tidak percaya pada semua yang kukatakan... Silakan, bunuh saja aku.”
“Me-membunuhmu...” Shikamaru terbelalak, tubuhnya semakin bergetar hebat.
“Apa ada masalah? Dengan jurus bayanganmu yang terkenal itu, rasanya bukan hal yang sulit bagimu untuk menjeratku hingga mati.”
“Silahkan Shikamaru... bunuh aku.”
―Kenapa dia sampai seperti itu... Kenapa dia sampai menyuruhku membunuhnya...
Shikamaru dalam situasi yang serba salah.
Mentari fajar yang baru saja terbit menyelipkan seberkas cahayanya diantara celah jendela balairung. Sinarnya begitu terang, terasa hangat menerpa tubuh Shikamaru. Sebarisan bayangan mulai tercipta, semakin besar dan semakin besar. Setiap sisinya berguncang hebat seiring kedua tangan Shikamaru yang juga masih bergetar.
“Ayo! Bunuh aku, Shikamaru!” teriak Gengo. Wajahnya sama sekali tak menunjukkan sedikitpun rasa takut.
“Majulah...” perintah Shikamaru pelan. Seketika, sebuah sulur bayangan berwarna hitam kelam memanjang dan merayap cepat ke arah Gengo.
Namun...
Bayangannya berhenti.
Bayangannya berhenti tepat di depan Gengo. Tak peduli seberapa keras Shikamaru berusaha, bayangan itu tetap tak mampu bergerak lebih jauh.
“Kenapa? Kenapa kau berhenti, Shikamaru?” tanya Gengo.
―Terjadi lagi...
Kenapa bayanganku tak berdaya di hadapannya...
Ada yang tidak beres... Jelas ada yang tidak beres...
Berpikir Shikamaru, berpikir!―
Kepala Shikamaru serasa ingin pecah. Dia tak lagi bisa berpikir jernih.
Rou dan Soku...
Mereka berdua adalah anggota pasukan ANBU yang sangat setia, dan telah terlatih untuk tetap setia meski dalam situasi sesulit apapun. Namun mengapa mereka begitu mudahnya terpengaruh kata-kata Gengo?
Lagipula, atas perintah Gengo-lah tubuh mereka disiksa, namun mengapa tak ada setitikpun dendam dalam diri mereka? Semudah itukah mereka memaafkan Gengo?
Dilihat dari sisi manapun, ini tetaplah sesuatu yang tidak masuk akal.
Pasti ada semacam tipu daya, ilusi, Genjutsu, atau apapun itu di belakang semua ini.
Tunggu... Benar juga...
Genjutsu...
Itu adalah teknik yang digunakan oleh sebagian ninja untuk memanipulasi pikiran lawannya, atau menjebak seseorang dalam belenggu khayalan. Sepertinya Rou dan Soku sedang berada dalam pengaruh Genjutsu.
Pertanyaannya, apakah Shikamaru juga bernasib sama dengan mereka?
―Bisa jadi.
Tapi Genjutsu adalah sesuatu yang sangat terkait erat dengan Doujutsu, atau teknik mata. Seperti layaknya klan Uchiha dari Konoha yang memiliki mata istimewa, yaitu Sharingan. Kemampuan turun menurun yang memungkinkan mereka menjebak orang lain dalam sebuah Genjutsu.
Waktu itu, ketika insiden di alun-alun, ada sesuatu yang melemahkan jurus penyamaran Rou hingga keberadaan mereka berhasil diketahui oleh musuh. Itu tidak mungkin akibat Dojutsu. Karena sebelum akhirnya kedok mereka terbongkar, baik Shikamaru maupun Rou belum pernah sekalipun bertatap mata dengan Gengo.
Lalu, apa sebenarnya yang terjadi saat itu?
Lagi-lagi pikiran Shikamaru menemui jalan buntu.
Bila seseorang terperangkap dalam jerat Genjutsu, maka dibutuhkan bantuan orang lain untuk dapat lepas dari belenggunya. Namun saat ini, kedua rekan Shikamaru telah berada dalam genggaman Gengo.
Shikamaru benar-benar kehabisan akal. Seakan-akan saat ini dia sedang berjalan di tengah-tengah sebuah rawa, setiap langkah membawanya tenggelam semakin dalam. Bila dibiarkan terus seperti ini, Shikamaru akan karam sepenuhnya.
“Aku tak tahu lagi harus bagaimana...” tanpa sengaja kata-kata putus asa itu keluar dari mulut Shikamaru.
Gengo menatapnya dengan sorot mata penuh kemenangan. Tersungging sebaris senyum tipis di wajahnya.
“Apa sekarang kau sudah mau mengerti?”
Suaranya terdengar begitu kalem dan menenangkan.
Setitik demi setitik, sisa-sisa kewarasan yang ada pada benak Shikamaru mulai memudar.
―Jadi begitu... Ini adalah Genjutsu Gengo yang sebenar-benarnya.
Sepertinya Shikamaru mulai dapat memahami kebenaran dibalik segala keanehan yang menyelimuti sosok pemimpin Shijima no Kuni ini.
Namun entah kenapa, dia tak lagi ingin memikirkan itu lebih jauh.
Ah tidak... lebih tepatnya, dia tak lagi peduli.
Shikamaru melangkah... menyerah kalah.
--- Bersambung ke Novel Shikamaru Hiden Chapter 14 ---
Sumber DNI.
No comments:
Post a Comment