Sunday, 17 May 2015

NOVEL SHIKAMARU HIDEN BAHASA INDONESIA - CHAPTER 06

NOVEL SHIKAMARU HIDEN BAHASA INDONESIA - CHAPTER 06

--- Penulis: Takashi Yano ---
--- Ilustrasi: Masashi Kishimoto ---

Sinopsis Chapter 6 , Shikamaru yang memulai langkahnya menuju Shijima no Kuni, tanpa sengaja bertemu seseorang di tengah perjalanan, seseorang yang sangat dia banggakan.

--- Shikamaru Hiden --- Chapter 06 --- by H S M ---

Segerombolan anak kecil berlarian di sepanjang jalanan, tertawa riang seakan kegembiraan mereka tak mengenal batas. Tak jauh, terlihat seorang pria paruh baya berjalan terburu-buru, entah menuju kemana.

Ah iya, anak-anak itu adalah murid-murid Akademi yang sedang menuju tempat mereka menimba ilmu. Sementara si pria paruh baya sepertinya hendak berangkat bekerja.

Di sisi jalan, ada sebuah toko penjual lauk pauk yang buka sepagi ini. Ramai sekali, toko itu dikerubungi belasan ibu rumah tangga yang sedang bergunjing satu sama lain, entah soal apa.

Seperti itulah pemandangan Konoha di setiap paginya.

Pagi yang damai, memayungi Shikamaru yang melangkah pelan di sepanjang jalan utama Konoha. Jalan tersebut dimulai di gerbang depan desa, berlanjut lurus hingga bermuara di kediaman Hokage, tepatnya di tebing tempat wajah para pimpinan Konoha terdahulu terpahat.

Dan tempat itulah tujuan Shikamaru pagi ini. Dia memiliki beberapa urusan di sana.

Awamnya, saat seorang Shinobi menerima misi keluar desa, mereka akan berangkat meninggalkan Konoha melalui gerbang utama. Itu telah menjadi sebuah tradisi, meskipun sebenarnya tidak ada satupun peraturan resmi yang mewajibkan hal tersebut.

Para ANBU adalah satu-satunya pengecualian, mereka menangani urusan-urusan yang memiliki tingkat kerahasiaan tinggi. Oleh sebab itu, untuk menyembunyikan keberangkatan mereka dari penduduk Konoha, para ANBU seringkali meninggalkan desa melalui gerbang belakang. Sebuah gerbang yang tersembunyi di balik tebing pahatan wajah para Hokage.

Shikamaru sedang menuju gerbang tersebut. Misi Shikamaru kali ini sengaja dirahasiakan dari hampir semua orang di Konoha, hanya segelintir orang yang tahu tentang ini. Selain sang Hokage Kakashi, hanya para tetua desa dan beberapa Jounin senior yang mengetahui perihal misi ini. Ah, dan tentunya Shikamaru sendiri serta kedua anggota timnya, Rou dan Soku.

Untuk perkara menutup-nutupi hilangnya dia dari desa, Shikamaru mempercayakan segalanya pada Kakashi. Bila ada yang bertanya dimana dirinya, Kakashi akan membuat alasan bahwa Shikamaru sedang menjalankan misi dari Serikat Shinobi yang berada di luar kewenangan desa. 

Meskipun begitu, tetap saja, skenario paling ideal adalah pergi dari desa secara diam-diam tanpa seorang pun yang tahu, lalu segera kembali pulang sebelum ada yang menyadari ketidakhadiran dirinya.

--- H S M ---

“Hmm?” Di tengah perjalanannya menuju gerbang belakang, Shikamaru melihat seseorang dengan rambut pirang berjalan ke arahnya. Sepertinya mereka saling kenal.

“Yooo, Shikamaru! Mau kemana terburu-buru?” sapa orang itu.

Sekilas, mungkin tak akan ada yang percaya bahwa mereka berdua seumuran. Dengan senyum lebar yang khas, orang itu berlari ke arah temannya, Shikamaru. Dia memiliki semacam ―entahlah, mungkin jambang, berjumlah tiga pasang yang melintang di masing-masing sisi pipinya. Sementara matanya yang berwarna biru terlihat berseri, memancarkan semangat tanpa sedikitpun keraguan di dalamnya.

“Yang seharusnya tanya begitu itu aku, tumben sekali kau keluar sepagi ini, Naruto?”

Uzumaki Naruto... Ya, itulah namanya.

Dia adalah pahlawan yang memimpin para Shinobi memenangkan perang dunia keempat. Menariknya, dia juga adalah putra dari Hokage keempat, suatu kebetulan-kah? Entah. 

Sejak dia dilahirkan, monster rubah berekor sembilan ―Kyuubi, telah tersegel di dalam tubuhnya. Naruto tumbuh besar di tengah-tengah segala pandangan miring dan kebencian terhadap dirinya, namun tak satupun dari hal itu yang membuatnya menyerah pada impiannya menjadi seorang Hokage. Dia terus melangkah maju tanpa keraguan. Seperti itulah seorang Uzumaki Naruto.

Saat ini, dia merupakan kandidat terkuat untuk menjadi penerus Kakashi sebagai Hokage berikutnya.

“Huaah, semalam aku susah tidur...” ucap Naruto sembari menguap. “Jadi aku bangun sepagi ini untuk makan ramen di Ichiraku, sekarang aku mau pulang.”

“Kau makan ramen sepagi ini?”

“Yup, Ichiraku sekarang buka 24 jam.” Naruto terlihat sangat bersemangat.

“Bukan itu maksudku, apa benar kau sudah makan ramen sepagi ini?” Shikamaru kembali bertanya.

“Yosh! Entah pagi, siang, sore, atau malam, aku memang jagonya makan ramen!”

“Hhm, menurutku itu bukan sesuatu yang bisa dibanggakan.”

“Bahkan mungkin separuh tubuhku ini terbuat dari ramen, hahahaha!” Naruto tertawa lebar, sembari menepuk-nepuk dadanya dengan bangga.

Shikamaru menghela nafas panjang melihat tingkah sahabatnya itu.

“Dengar Naruto. Kau ini dikenal sebagai seorang pahlawan yang mengakhiri peperangan. Dewasalah sedikit, jaga tubuhmu, kesehatanmu.”

“Haaah? Pahlawan ya pahlawan, ramen ya ramen, sudah beda urusannya!” sanggah Naruto, dia lantas tertawa.

“Logikamu itu sama sekali tidak masuk akal.” ucap Shikamaru.

“Hehehe.” Naruto masih saja tertawa, sembari menggosok-gosokkan jari ke hidungnya.

Sifat dan perilakunya sama sekali tak berubah sejak dulu. Tak peduli apapun yang terjadi, Naruto selalu menjalani hidupnya dengan pandangannya yang tulus dan murni, tanpa basa-basi. Pandangan hidup seperti itulah yang berhasil mengubah orang-orang di sekitar Naruto, termasuk Shikamaru sendiri.

Naruto. Seseorang yang hampir separuh masa hidupnya dipandang sebagai kutukan bagi desa, tetap mampu mempertahankan kemurnian hatinya. Sesuatu yang perlahan namun pasti, mampu membuat Naruto memiliki semakin banyak teman yang berdiri di sampingnya. 

Bahkan, pada akhirnya Naruto mampu menyelamatkan sahabatnya yang telah terjatuh jauh ke dalam kegelapan dan dipenuhi kebencian terhadap dunia ―Uchiha Sasuke. 

Menyelamatkan orang seperti itu bukan perkara yang mudah bagi siapapun. Ah, bukan. Lebih tepatnya itu memang sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Naruto.

--- H S M ---

Hanya ada satu impian yang selama ini digenggam benak Naruto, bahkan sejak dia masih sangat kecil, yaitu menjadi Hokage.

Dia sama sekali tak memiliki keluarga maupun kerabat yang dapat memberinya perhatian sebagaimana seharusnya, sesuatu yang akhirnya coba Naruto dapatkan lewat segala ulah badungnya. Tak peduli seberapapun warga desa membencinya karena hal itu, tetap saja, Naruto yakin suatu saat dia akan menjadi Hokage.

Awalnya tak ada seorang pun yang percaya Naruto mampu mewujudkan impiannya tersebut. Namun saat ini, sebaliknya, tak ada satupun orang di Konoha yang berpikir ada kandidat lain yang lebih layak menjadi Hokage selanjutnya, selain Naruto.

Naruto adalah sang mentari.

Mentari yang memiliki api yang bersinar terang di dalam dirinya, yang tak pernah satu kalipun redup, tekad yang terus menerus berkobar. Sebuah tekad yang bercahaya begitu benderang, hingga dapat membuka hati semua yang melihatnya.

Sekarang, saat ini, dan selamanya, Shikamaru yakin bahwa Naruto akan terus melangkah maju dengan segala kobaran tekad dan binar terang cahayanya.

Memang seperti itulah seharusnya. Suatu saat nanti, Naruto akan menjadi Hokage yang memikul begitu banyak kepercayaan dari seluruh penduduk desa. Bila saat itu tiba, dia harus terus bercahaya, lebih terang, dan jauh lebih terang lagi.

Dan demi cahaya itu, sang mentari tak boleh tahu betapa dunia masih memiliki sisi gelapnya.

Hingga saat ini, Naruto telah bertemu dan berurusan dengan begitu banyak orang yang hatinya telah terenggut kegelapan. Namun Naruto sendiri belum pernah merasakan hal yang sama dengan mereka.

“Tak peduli seberapa dalam seseorang tenggelam dalam kegelapan, selalu ada bagian dari hatinya yang rindu akan cahaya.”

Naruto selalu bertempur dengan keyakinan itu menempel di kepalanya. Dan Shikamaru telah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, betapa keyakinan itu telah membuat Naruto berhasil mengubah hati lawan-lawannya. Tak hanya sekali, namun berulang kali.

Tak peduli seberapa pekat kegelapan yang berada di sekitarnya, Naruto sama sekali tak pernah kehilangan cahayanya sedikitpun.

Ya, mungkin karena itulah, Naruto tak benar-benar pernah tahu makna sesungguhnya dari sesuatu yang disebut, kegelapan.

Selalu ada sisi gelap di hati semua manusia. Berpikir bahwa kita bisa menyelamatkan semua orang adalah keyakinan yang hampir mustahil. Tak peduli seberapapun lengan kita coba merengkuh semua orang dan menuntun mereka menuju cahaya, akan selalu ada segelintir dari mereka yang luput dari jangkauan kita, terperosok ke dalam kegelapan. Ya, memang seperti itulah dunia.

Namun Naruto tak sependapat dengan itu. Tak peduli seberapa putus asanya sebuah keadaan, dia tak akan pernah menyerah untuk menyelamatkan seseorang dari takdir kelamnya.

Seperti itulah seorang Uzumaki Naruto. Dan Shikamaru tak ingin dia berubah.

Naruto adalah seseorang yang memang harus tetap murni, sang mentari yang bersinar terang. 

Semakin terang cahaya yang bersinar, semakin kelam pula kegelapan yang akan tumbuh. Namun selama ada pundak yang mampu menanggung beban kegelapan tersebut, rasanya semua akan baik–baik saja.

Shikamaru berpikir bahwa itu adalah tugasnya untuk menjadi pundak yang menopang kegelapan tersebut. Bukankah dia sendiri adalah pengguna jurus bayangan? Rasanya bukan sesuatu yang aneh bila seorang pengguna bayangan juga berurusan dengan apa yang disebut kegelapan. Seperti itulah yang ada di benak Shikamaru.

Naruto akan menjadi Hokage, dan Shikamaru akan mendukungnya sebagai tangan kanan. Berdiri di samping Naruto, lalu menyerap segala macam bayangan yang dapat menghalangi cahayanya. Itulah impian Shikamaru.

Sesaat setelah pikiran itu melintas di kepalanya, tiba-tiba Shikamaru merasa dia mengerti dirinya sendiri. Tentang alasan mengapa dia begitu keras kepala mengajukan dirinya sendiri untuk pergi ke Shijima no Kuni.

Ya, demi Naruto.

Bila Shijima no Kuni terus tumbuh semakin kuat, perang akan kembali pecah. Naruto pasti akan sangat menderita melihat perdamaian yang dia usahakan mati-matian runtuh begitu saja. Shijima no Kuni akan menjadi rintangan besar bagi Naruto.

Itulah mengapa Shikamaru akan pergi ke sana dan menghentikannya sejak awal.

Lagipula, dia memang telah memutuskan untuk menanggung seluruh kegelapan yang mencoba menghalangi cahaya Naruto. Itu termasuk berhadapan dengan apa yang akan menjadi halangan bagi Naruto di masa depan.

--- H S M ---

“Jadi, kau sendiri sedang apa Shikamaru?” Naruto bertanya, memecah lamunan Shikamaru.

“Oh, aku cuma jalan-jalan.”

“Jalan-jalan? Sepagi ini?” Naruto kembali bertanya.

“Naruto.” Shikamaru berucap tanpa ekspresi. “Aku, jalan-jalan, kadar keanehannya tidak lebih tinggi dari dirimu yang makan ramen pagi-pagi buta seperti ini.”

“I-iya juga sih...” ucap Naruto.

Sesaat hening, tawa mereka berdua pecah tak lama setelahnya.

“Kau sedang libur, Naruto?” tanya Shikamaru.

“Tidak, aku ada misi, nanti siang aku berangkat. Yah, kau tahu sendiri kan, karena ada seseorang yang terus menerus memberiku misi, aku jadi tidak bisa libur satu hari pun. Sudah hampir setengah tahun ini aku lupa rasanya libur.” ujar Naruto sembari melirik Shikamaru.

Ya, ‘seseorang’ itu adalah Shikamaru.

“Berhentilah mengeluh. Misi-misi itu aku berikan juga demi kepentinganmu.” Shikamaru menanggapi.

“Iya aku paham, aku cuma ingin istirahat sebentaaaar saja.”

“Kau dipandang sebagai kandidat Hokage yang selanjutnya. Waktumu terlalu berharga untuk sekedar beristirahat. Dewasalah sedikit, Naruto.”

“Iyaaa, aku paham soal itu, tapi aku benar-benar ingin istirahat satu ha-“

“Tidak ada tapi-tapian.” potong Shikamaru, layaknya sedang memarahi seorang anak kecil. “Semua orang di desa telah mengakuimu. Tapi justru karena itulah, kau perlu menjalankan lebih banyak misi lagi, jadi orang-orang bisa berpikir ‘ahhh, apa yang akan kita lakukan bila Naruto tak ada di sini’. Sudah dua tahun sejak perang berakhir, kau tidak bisa dengan begitu naifnya berpikir bahwa pengakuan semua orang terhadapmu telah terjamin hanya karena jasa-jasamu pada waktu itu.”

“Iya-iya-iya, baiklah, aku paham...” Naruto meregangkan kedua tangannya, wajahnya sedikit cemberut. “Perutku kenyang sekali, jadi kupikir lebih baik aku pulang dan tidur sebentar.”

Shikamaru memicingkan matanya, menatap Naruto. “Ingat, jangan tidur terlalu lama.”

“Aku usahakan.” Naruto tertawa melihat roman serius Shikamaru, lalu mulai melangkah pergi. 

“Hei, Naruto.” Shikamaru memanggilnya.

“Apa?” Naruto berbalik.

“Kau adalah orang yang akan menjadi Hokage. Jangan lupakan itu.”

“Tenang saja, aku tidak akan pernah menarik kata-kataku.” Naruto menjawab Shikamaru dengan wajah penuh keyakinan. “Itu adalah jalan ninjaku.”

“Ya, jangan pernah tarik kata-katamu. Karena itu adalah jalan ninjaku juga.” ujar Shikamaru.

“Yeah, sampai jumpa.” Naruto mengangkat tangan kanannya, melambai ke arah Shikamaru, dan kembali berlalu.

Shikamaru terdiam sejenak, memandangi Naruto yang telah melangkah semakin jauh.

“Ya, aku pasti akan menjadikanmu seorang Hokage.”

Shikamaru tersenyum kecil, lalu melanjutkan langkahnya menuju gerbang belakang.

--- H S M ---

“Aku membuat kalian menunggu ya.”

Kata-kata itu Shikamaru tujukan pada kedua rekannya, Rou dan Soku.

Misi kali ini mengharuskan mereka menyusup ke dalam sebuah negara, lalu mengeliminasi target. Itu bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan sepenuhnya secara diam-diam, mereka harus sebisa mungkin membaur. Itulah kenapa, baik Rou maupun Soku tidak ada yang mengenakan topeng mereka.

“Kita memiliki beberapa sasaran dalam misi ini.” ujar Shikamaru. “Mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai situasi Shijima no Kuni, pencarian terhadap Sai dan 10 orang anggota ANBU yang menghilang, dan yang menjadi prioritas kita, membunuh orang bernama Gengo.”

Rou dan Soku mengangguk, tanda paham.

Kakashi tidak datang untuk melepas mereka. Shikamaru, Rou, dan Soku adalah satu-satunya yang berada dekat gerbang belakang yang masih tertutup itu. Gerbang tersebut tersembunyi di balik pepohonan yang menyelimuti kaki tebing. Meskipun pagi itu sangat cerah, gerbang tersebut terlihat lembab dan suram.

“Ah baiklah, karena ini adalah misi pembunuhan, maka kita harus pastikan tidak ada pengamatan…” Lubang hidung Rou melebar ketika menekankan kata ‘pengamatan’.

Shikamaru menatap Rou, terlihat agak bingung dengan maksud kata-katanya.

“Kau tahu? Lawakanmu gagal total.” ujar Soku pada rekannya itu.

Rou tampak kebingungan, butiran keringat sebesar biji jagung mengalir di dahinya, mungkin karena malu.

“Kau tahu? Dia tadi itu melawak.” Soku menjelaskan pada Shikamaru dengan roman wajahnya yang seakan berkata ‘aku minta maaf soal ini’. “Kau tadi sempat bicara soal mengumpulkan informasi, nah karena ‘pengumpulan informasi’ memiliki makna yang hampir serupa dengan ‘pengamatan’, Rou membuat lawakan tentang misi pembunuhan kita yang tak boleh sampai diamati orang lain, karena ini sangat rahasia... kurang lebih seperti itulah.” jelas Soku panjang lebar.

“Kau tahu? Rou memang orangnya seperti itu. Dia sering sekali membuat lawakan tidak bermutu seperti barusan.” lanjutnya.

Shikamaru ingin sekali tertawa, dan menanggapi apa yang saat ini terjadi dengan sesuatu yang tak kalah lucunya. Namun dia memilih tidak melakukannya. Shikamaru berdeham, mencoba mengembalikan suasana serius yang sejenak tadi menghilang.

“Begitu kita melewati gerbang ini, kita akan langsung berlari.”

“Kau tahu? Kami paham.” jawab Soku dengan penuh semangat.

Sementara Rou yang wajahnya masih tampak memerah, juga ikut mengangguk tanda mengerti.

“Baiklah kalau begitu, ayo berangkat.”

Gerbang terbuka. Tiga orang Shinobi itu segera berlari menuju misi mereka. 

Entah takdir apa yang menunggu mereka di sana, Shijima no Kuni, negeri yang selalu sunyi.

--- Bersambung ke Novel Shikamaru Hiden Chapter 07 ---










Sumber DNI.

No comments:

Post a Comment